PUISI UNTUK GURU
Engkau bagaikan cahaya
Yang menerangi jiwa
Dari segala gelap dunia
Engkau adalah setetes embun
Yang menyejukan hati
Hati yang ditikam kebodohan
Sungguh mulia tugasmu Guru
Tugas yang sangat besar
Guru engkau adalah pahlawanku
Yang tidak mengharapkan balasan
Segala yang engkau lakukan
Engkau lakukan dengan ikhlas
Guru jasamu takkan kulupa
Guru ingin ingin kuucapkan
Terimakasih atas semua jasamu
AYO BELAJAR.........LONG LIFE EDUCATION. Q TUNGGU KAMU DI SINI UNTUK BELAJAR BERSAMA
Sabtu, 20 Juli 2013
kulkas smk
Kalau kebanyakan lemari pendingin (kulkas) yang ada menggunakan energi listrik sebagai sumber dinginnya, Siswa SMK di Ungaran, Kabupaten Semarang Jawa Tengah, berhasil menciptakan kulkas tanpa listrik.
Dengan hanya menggunakan karung goni dan bambu, kulkas buatan siswa SMK di Ungaran tersebut dapat mengawetkan sayuran hingga 1 minggu.Bagian dinding kulkas dibuat dengan karung goni yang dirangkai dengan menggunakan rangka kayu. Kemudian setelah selesai membentuk sebuah almari, baru penyekat antar rongga di dalam kulkas dipasang.
Untuk penyekat rongga di dalam kulkasnya, digunakan bambu yang dibentuk seperti sebuah rakit namun memiliki kerenggangan yang cukup besar. Usai kulkas terakit semua, kemudian disemprotkanlah air ke karung goni. Air itulah yang digunakan sebagai media pendingin.
Inovasi kulkas tanpa listrik tersebut, prinsip kerjanya berdasarkan karung goni yang dibasahi air. Karung itu akan menyerap udara panas yang dikeluarkan oleh sayuran, sehinga sayuran bisa bertahan hingga 1 minggu.
Teknologi pertanian itu sangat bermanfaat bagi para pedagang sayur mayur ataupun para petani. Bila stok sayuran melimpah, maka mereka dapat menyimpannya terlebih dahulu tanpa kesulitan. Sehingga sayuran tidak layu dan harganya pun masih tinggi.
Kamis, 18 Juli 2013
SEJ. IND. BAB 1 UJI KOMPETENSI 2
Uji Kompetensi
1. Kita wajib bersyukur karena Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah
menciptakan bumi kita ini dengan arif dan bijaksana serta penuh
kasih sayang kepada makhluk ciptaan-Nya. Coba beri penjelasan,
kamu dapat berdiskusi dengan anggota kelompokmu!
2. Menurut kamu nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari proses
terbentuknya pulau-pulau di Kepulauan Indonesia?
3. Hikmah apa yang dapat kita peroleh dengan bertempat tinggal
di wilayah yang sering terjadi bencana alam?
4. Di setiap daerah tentu ada cerita rakyat ataupun dongeng yang
berkaitan dengan gempa bumi maupun gunung meletus, coba
kamu cari dan tuliskan dalam bentuk cerita 3 – 4 halaman,
kemudian diskusikan.
5. Sebutkan gunung api yang pernah meletus di daerahmu dan di
Indonesia!
6. Sebutkan bencana alam (tektonik) yang pernah terjadi
di daerahmu dan di Indonesia
1. Kita wajib bersyukur karena Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah
menciptakan bumi kita ini dengan arif dan bijaksana serta penuh
kasih sayang kepada makhluk ciptaan-Nya. Coba beri penjelasan,
kamu dapat berdiskusi dengan anggota kelompokmu!
2. Menurut kamu nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari proses
terbentuknya pulau-pulau di Kepulauan Indonesia?
3. Hikmah apa yang dapat kita peroleh dengan bertempat tinggal
di wilayah yang sering terjadi bencana alam?
4. Di setiap daerah tentu ada cerita rakyat ataupun dongeng yang
berkaitan dengan gempa bumi maupun gunung meletus, coba
kamu cari dan tuliskan dalam bentuk cerita 3 – 4 halaman,
kemudian diskusikan.
5. Sebutkan gunung api yang pernah meletus di daerahmu dan di
Indonesia!
6. Sebutkan bencana alam (tektonik) yang pernah terjadi
di daerahmu dan di Indonesia
SEJARAH INDONESIA BAB 1 (2) UJI KOMPETENSI
Uji Kompetensi
1. Mengapa istilah praaksara lebih tepat dibandingkan dengan
istilah prasejarah untuk menggambarkan kehidupan manusia
sebelum mengenal tulisan.
2. Bagaimana secara metodologis kita dapat mengetahui kehidupan
manusia sebelum mengenal tulisan.
3. Mesir mengakhiri zaman praaksara sekitar tahun 3000 S.M,
tetapi di Indonesia baru abad ke-4 sampai ke-5 M. Mengapa
demikian?
4. Apa saja pelajaran yang dapat kita peroleh dari belajar kehidupan
pada zaman praaksara?
1. Mengapa istilah praaksara lebih tepat dibandingkan dengan
istilah prasejarah untuk menggambarkan kehidupan manusia
sebelum mengenal tulisan.
2. Bagaimana secara metodologis kita dapat mengetahui kehidupan
manusia sebelum mengenal tulisan.
3. Mesir mengakhiri zaman praaksara sekitar tahun 3000 S.M,
tetapi di Indonesia baru abad ke-4 sampai ke-5 M. Mengapa
demikian?
4. Apa saja pelajaran yang dapat kita peroleh dari belajar kehidupan
pada zaman praaksara?
SEJARAH INDONESIA BAB 1 (1)
Bab I
Menelusuri
Peradaban Awal di
Kepulauan Indonesia
Indonesia terletak di persimpangan tiga lempeng benua-ketiganya
bertemu di sini-menciptakan tekanan sangat besar pada lapisan kulit
bumi. Akibatnya, lapisan kulit bumi di wilayah ini terdesak ke atas,
membentuk paparan-paparan yang luas dan beberapa pegunungan
yang sangat tinggi. Seluruh wilayah ini sangat rentan terhadap
gempa bumi hebat dan letusan gunung berapi dahsyat yang kerap
mengakibatkan kerusakan parah. Hal ini terlihat dari beberapa
catatan geologis. Gempa bumi dan tsunami mengerikan yang
dialami Aceh belum lama ini hanyalah episode terakhir dari seluruh
rangkaian peristiwa panjang dalam masa prasejarah dan sejarah.
(Arysio Santos, 2010)
Menelusuri
Peradaban Awal di
Kepulauan Indonesia
Indonesia terletak di persimpangan tiga lempeng benua-ketiganya
bertemu di sini-menciptakan tekanan sangat besar pada lapisan kulit
bumi. Akibatnya, lapisan kulit bumi di wilayah ini terdesak ke atas,
membentuk paparan-paparan yang luas dan beberapa pegunungan
yang sangat tinggi. Seluruh wilayah ini sangat rentan terhadap
gempa bumi hebat dan letusan gunung berapi dahsyat yang kerap
mengakibatkan kerusakan parah. Hal ini terlihat dari beberapa
catatan geologis. Gempa bumi dan tsunami mengerikan yang
dialami Aceh belum lama ini hanyalah episode terakhir dari seluruh
rangkaian peristiwa panjang dalam masa prasejarah dan sejarah.
(Arysio Santos, 2010)
(1) HUKUM-HUKUM SYARA’
Ketentuan-ketentuan dari Allah dan RasulNya yang bersifat perintah,
larangan, anjuran dan yang seumpamanya, oleh ‘ulama-’ulama
di-ishthilahkan dengan HUKUM-HUKUM SYARA’,
HUKUM-HUKUM SYARIAT atau HUKUM-HUKUM AGAMA.
Dengan
ketentuan-ketentuan yang mereka adakan itu, ‘ulama-‘ulama mengeluarkan beberapa
macam hukum.
Cukuplah
dalam TAMHIED ini kita mengenal 5 macam hukum yang biasa disebut-sebut,
yaitu :
-
(1) Wajib,
-
(2) Sunnat,
-
(3) Haram,
-
(4) Makruh,
-
(5) Mubah.
W a j i
b
Tentang
“wajib” ini, ada banyak ta’rif yang dikemukakan oleh ‘ulama’-‘ulama.
Diantaranya, yang agak tepat, ialah ta’rif yang berbunyi
:
“Wajib itu
satu ketentuan Agama yang harus dikerjakan. Kalau tidak,
berdosalah”
Umpamanya :
Shalat ‘Isya’, hukumnya ,.wajib”, ya’ni satu ketentuan yanq harus dikerjakan.
Kalau orang Islam lidak mau shalat yang diperintah itu, berdosalah
ia.
Alasan yang
dipakai untuk membuat ta’rif tersebut, adalah firman Allah swt. diantaranya:
Arinya :
Maka hendaklah berhati-hati orang-orang yang meIanggar perintah Allah daripada
ditimpa fitnah,
atau ditimpa ‘adzab yang pedih.
(Quran, An-Nur 83)
atau ditimpa ‘adzab yang pedih.
(Quran, An-Nur 83)
Ayat ini
dengan tegas menunjukkan bahwa orang yang melanggar
perintah Allah (=Agama) itu, akan disiksa, sedang yang akan di-adzab itu tidak
lain, melainkan orang yang berdosa.
S
u n n a h :
Ta’rief
untuk “sunnah”, demikian :
"SUNNAH”
itu satu perbuatan yang kalau dikerjakan, akan diberi ganjaran, tetapi kalau
tidak dikerjakan tidak berdosa,
Contohnva :
Nabi s.a.w. bersabda :
Nabi s.a.w. bersabda :
Artinya: :
Shaumlah sehari, dan berbukalah sehari.
(Riwayat
Bukhary dan Muslim)
Dalam
Hadiets ini, ada perintah „shaumlah”, Kalau perintah ini dianggap „wajib”,
berarti menyalahi sabda Nabi s.a.w. yang dihadapkan kepada seorang ‘Arab gunung,
bahwa shaum yang „wajib” itu, adalah shaum bulan Ramadlan saja. Maka „perintah”
dalam Hadiets itu bukan wajib. Kalau bukan wajib, maka sesuatu perintah itu
menuju kepada dua kemungkinan :
(1)
kemungkinan „sunnah” dan (2) kemungkinan „mubah”.
“Shaum”
adalah soal Agama.atau ‘ibadat. Perintah yanq bukan wajib, kalau berhubunq
dengan ‘ibadat, dihukumkan „sunnah”. Maka , shaum sehari, berbuka sehari” itu,
hukumnya “sunnah”, yaitu : kalau dikerjakan mendapat ganjaran, tetapi tidak berdosa, kalau tidak dilakukan.
Alasan
untuk ketetapan demikian itu, ada banyak. Diantaranya firman Allah
s.w.t.
Artinya : Dan bagi orang-2 yg berbuat kebaikan
(disediakan) kebaikan dan tambahan.
(Quran, Surah Yunus 28)
(Quran, Surah Yunus 28)
Ayat
tersebut, menunjukkan bahwa orang yang mengerjakan sesuatu kebaikan, selain mendapat balasan, ada pula tambahan.
Tambahan inilah yang biasa kita katakan „ganjaran”.
H
a r a m :
Ta’rief
bagi hukum "haram” itu, diantaranya
demikian :
„HARAM” itu
satu ketentuan larangan dari Agama
yanq tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah
orang itu”.
Umpamanpa :
Nabi saw Bersabda:
Nabi saw Bersabda:
Artinya :
Janganlah kamu mendatangi tukang-2 tenung.
(Shahih
Riwayat Thabarany)
“Mendatangi tukang-tukang tenung” denqan tujuan
menanyakan sesuatu hal Ghaib, lalu dipercayainya itu, tidak boleh. Kalau orang
berbuat yang demikian itu, berdosalah ia.
Alasan
untuk ta’rief „haram” tersebut, diantaranya, sama dengan alasan yang dipakai
untuk menetapkan ta’rief „wajib”, yaitu ayat Quran. surah An-Nur
83.
M
a k r u h :
Arti
„makruh” : dibenci. Diantara ta’rief-ta’rief nya yang kena, adalah begini
:
„MAKRUH itu, satu ketentuan larangan yang
lebih baik tidak dikerjakan daripada dilakukan”.
Sebagai contoh : „Makan binatang buas”.
Dalam Hadiets hadiets ada larangannya. Kita
hukumkan dia “Makruh”.
Jalannya begini :
Dalam Al-Quran, surah Al-Baqarah, ayat 173, Allah telah membatas yang haram dimakan, yaitu hanya satu saja, yaitu babi. Maka kalau „larangan” makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi s.a.w. ,yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah. Ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu „tidak haram”. Kalau tidak haram, ia berhadapan dengan dua kemungkinan hukum : mubah atau makruh. „Mubah” tidak kena, karena Nabi s.a.w. melarang, bukan memerintah. Jadi „larangan” Nabi s.a.w. dalam Hadiets-hadiets tentang binatang buas itu, kita ringankan. Larangan yang ringan tidak lain, melainkan „makruh”.
Kesimpulannya : Binatang buas itu „makruh”.
Dalam Al-Quran, surah Al-Baqarah, ayat 173, Allah telah membatas yang haram dimakan, yaitu hanya satu saja, yaitu babi. Maka kalau „larangan” makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi s.a.w. ,yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah. Ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu „tidak haram”. Kalau tidak haram, ia berhadapan dengan dua kemungkinan hukum : mubah atau makruh. „Mubah” tidak kena, karena Nabi s.a.w. melarang, bukan memerintah. Jadi „larangan” Nabi s.a.w. dalam Hadiets-hadiets tentang binatang buas itu, kita ringankan. Larangan yang ringan tidak lain, melainkan „makruh”.
Kesimpulannya : Binatang buas itu „makruh”.
M u b a h :
„Mubah” artinya : dibolehkan. Sering juga
disebut „halal”, Ta’riefnya begini :
„MUBAH itu, ialah satu perbuatan yang tidak
ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak
mengerjakannya”.
Umpamanya :
Dalam Quran ada perintah makan „Perintah” ini dianggap „mubah”.
Dalam Quran ada perintah makan „Perintah” ini dianggap „mubah”.
Alasannya begini :
Kalau kita anggap „perintah makan” itu „wajib”, maka anggapan ini tidak kena, karena „makan” ini suatu perbuatan ,yang mau tidak mau, diperintah atau tidak, mesti dilakukan oleh setiap manusia.
Kalau kita anggap „perintah makan” itu „wajib”, maka anggapan ini tidak kena, karena „makan” ini suatu perbuatan ,yang mau tidak mau, diperintah atau tidak, mesti dilakukan oleh setiap manusia.
Sesuatu yang sudah mesti dan tak dapat
dielak, tidak perlu di „wajibkan”. Berarti „perintah” Allah itu
bukan wajib. Sesuatu yang bukan wajib, menghadapi dua kemungkinan hukum : sunnat dan mubah.
Oleh karena „makan” itu soal keduniaan, dan
satu kemestian yang tidak boleh terlepas dari manusia, maka bukanlah ia sesuatu
‘amal yang dijanjikan ganjaran padanya. Kalau bukan ‘amal, maka hukumnya adalah
„mubah”.
KESIMPULAN DAN PENJELASAN :
-
Ta'rief-ta'rief yang saya sebutkan di atas, adalah ta'rief ta'rief sederhana untuk memudahkan pengertian.
-
Perintah-perintah Agama mempunyai hukum : wajib atau sunnat atau mubah.
-
Hukum wajib dan sunnat ada pada amal-amal 'ibadat dan keduniaan, tetapi hukum mubah hanya ada pada keduniaan saja.
-
Larangan-larangan Agama mempunyai hukum-hukum : haram dan makruh. Hukum-hukum ini ada dalam 'ibadat dan keduniaan.
1. TAMHIED
(oleh Abdul-Qadir
Hassan)
Untuk
melengkapi pengertian masalah-rnasalah dalam kitab
“SOAL-JAWAB” yang pernah diterbitkan oleh Persatuan Islam Bandung dan
Bangil yang sekarang diterbitkan oleh c.v. DIPONEGORO Bandung, maka atas
permintaan penerbitnya saya susunlah TAMHIED ini.
TAMHIED ini saya bagi atas 4 bagian :
1. yang
berhubung dengan hukum-hukum Syari’at,
2. yang
berhubung dengan bahasa (lughat)
3. yang
berhubung dengan ‘ilmu Hadiets, dan
4. yang
berhubung dengan Ushul Fiqih.
|
Berhari Raya Sesuai Tuntunan Rasulullah
Tiap tanggal 1 Syawal kita berhari raya ‘Iedul Fitri. Wahai Saudariku, ketahuilah bahwa hari raya ini merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebut ‘Ied karena pada hari itu Allah memberikan berbagai macam kebaikan yang kepada kita sebagai hambaNya. Diantara kebaikan itu adalah berbuka setelah adanya larangan makan dan minum selama bulan suci Romadhan dan kebaikan berupa diperintahkannya mengeluarkan zakat fitrah.
Para ulama telah menjelaskan tentang sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan hari raya, diantaranya:1. Mandi pada hari raya.
Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya ‘idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan mandi.”
2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri.
Disunahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak. Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju yang mewah dan menggunakan minyak wangi.
3. Makan sebelum sholat ‘Idul Fitri.
“Dari Anas RodhiyAllahu’anhu, ia berkata: Nabi sholAllahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar rumah pada hari raya ‘Iedul fitri hingga makan beberapa kurma.” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Muhallab berkata bahwa hikmah makan sebelum sholat adalah agar jangan ada yang mengira bahwa harus tetap puasa hingga sholat ‘Ied.
4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang dari sholat ‘Ied.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, beliau mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR. Bukhari), diantara hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam kepada orang-orang yang tinggal disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan memperlihatkan syi’ar islam.
5. Bertakbir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat menunaikan sholat pada hari raya ‘ied, lalu beliau bertakbir sampai tiba tempat pelaksanaan sholat, bahkan sampai sholat akan dilaksanakan. Dalam hadits ini terkandung dalil disyari’atkannya takbir dengan suara lantang selama perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan sholat. Tidak disyari’atkan takbir dengan suara keras yang dilakukan bersama-sama. Untuk waktu bertakbir saat Idul Fitri menurut pendapat yang paling kuat adalah setelah meninggalkan rumah pada pagi harinya.
6. Sholat ‘Ied.
Hukum sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain, bagi setiap orang, karena Rosulululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan sholat ‘Ied. Sholat ‘Ied menggugurkan sholat jum’at, jika ‘Ied jatuh pada hari jum’at. Sesuatu yang wajib hanya bisa digugurkan oleh kewajiban yang lain (At Ta’liqat Ar Radhiyah, syaikh Al Albani, 1/380). Nabi menyuruh manusia untuk menghadirinya hingga para wanita yang haidh pun disuruh untuk datang ke tempat sholat, tetapi disyaratkan tidak mendekati tempat sholat. Selain itu Nabi juga menyuruh wanita yang tidak punya jilbab untuk dipinjami jilbab sehingga dia bisa mendatangi tempat sholat tersebut, hal ini menunjukkan bahwa hukum sholat ‘Ied adalah fardhu ‘ain.
Waktu Sholat ‘Ied adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari (waktu Dhuha). Disunahkan untuk mengakhirkan sholat ‘Iedul Fitri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan untuk menunaikan zakat fitrah.
Disunahkan untuk mengerjakan di tanah lapang di luar pemukiman kaum muslimin, kecuali ada udzur (misalnya hujan, angin kencang) maka boleh dikerjakan di masjid.
Dari Jabir bin Samurah berkata: “Aku sering sholat dua hari raya bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa adzan dan iqamat.” (HR. Muslim) dan tidak disunahkan sholat sunah sebelum dan sesudah sholat ‘ied, hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat hari raya dua raka’at. Tidak ada sholat sebelumnya dan setelahnya (HR. Bukhari: 9890)
Untuk Khutbah sholat ‘ied, maka tidak wajib untuk mendengarkannya, dibolehkan untuk meningggalkan tanah lapang seusai sholat. Khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibuka dengan takbir, tapi dengan hamdalah, dan juga tanpa diselingi dengan takbir-takbir. Beliau berkutbah di tempat yang agak tinggi dan tidak menggunakan mimbar. Rasulullah berkutbah dua kali, satu untuk pria dan satu untuk wanita, ketika beliau mengira wanita tidak mendengar khutbahnya.
7. Ucapan selamat Hari Raya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang mengucapkan selamat pada hari raya dan beliau menjawab: “Adapun ucapan selamat pada hari raya ‘ied, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian lainnya jika bertemu setelah sholat ‘ied yaitu: Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian) atau ahaalAllahu ‘alaika (Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu) dan semisalnya.” Telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi bahwa mereka biasa melakukan hal tersebut. Imam Ahmad dan lainnya juga membolehkan hal ini. Imam Ahmad berkata, “Saya tidak akan memulai seseorang dengan ucapan selamat ‘ied, Namun jika seseorang itu memulai maka saya akan menjawabnya.” Yang demikian itu karena menjawab salam adalah sesuatu yang wajib dan memberikan ucapan bukan termasuk sunah yang diperintahkan dan juga tidak ada larangannya. Barangsiapa yang melakukannya maka ada contohnya dan bagi yang tidak mengerjakannya juga ada contohnya (Majmu’ al-Fatawaa, 24/253). Ucapan hari raya ini diucapkan hanya pada tanggal 1 Syawal.
8. Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada hari raya.
Saat hari raya, kadang kita terlena dan tanpa kita sadari kita telah melakukan kemungkaran-kemungkaran diantaranya:
- Berhias dengan mencukur jenggot (untuk laki-laki).
- Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
- Menyerupai atau tasyabuh terhadap orang-orang kafir dalam hal pakaian dan mendengarkan musik serta berbagai kemungkaran lainnya.
- Masuk rumah menemui wanita yang bukan mahrom.
- Wanita bertabarruj atau memamerkan kecantikannya kepada orang lain dan wanita keluar ke pasar dan tempat-tempat lain.
- Mengkhususkan ziarah kubur hanya pada hari raya ‘ied saja, serta membagi-bagikan permen, dan makanan-makanan lainnya, duduk di kuburan, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, melakukan sufur (wanitanya tidak berhijab), serta meratapi orang-orang yang sudah meninggal dunia.
- Berlebih-lebihan dan berfoya-foya dalam hal yang tidak bermanfaat dan tidak mengandung mashlahat dan faedah.
- Banyak orang yang meninggalkan sholat di masjid tanpa adanya alasan yang dibenarkan syari’at agama, dan sebagian orang hanya mencukupkan sholat ‘ied saja dan tidak pada sholat lainnya. Demi Allah ini adalah bencana yang besar.
- Menghidupkan malam hari raya ‘ied, mereka beralasan dengan hadits dari Rasulullah: “Barangsiapa menghidupkan malam hari raya ‘iedul fitri dan ‘iedul adha, maka hatinya tidak akan mati di hari banyak hati yang mati.” (Hadits ini maudhu’/palsu sehingga tidak dapat dijadikan dalil).
- Ahkamul ‘Aidain oleh Syaikh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari.
- Meneladani Rasulullah dalam Berhari Raya.
IDHUL FITRI
"KELIRUNYA
UCAPAN HARI RAYA DI INDONESIA"
Asslm.wrwb.
...
Sejalan dengan akan datangnya Idhul Fitri, sering kita dengar tersebar ucapan:
“MOHON MAAF LAHIR & BATHIN ”.
Seolah2 saat Idhul Fithri hanya khusus dengan ucapan semacam itu.
Sungguh sebuah salah kaprah, karena Idhul Fithri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf memaafkan. Memaafkan bisa kapan saja tidak terpaku dihari Idhul Fitri. Demikian Rasul mengajarkan kita.
Tidak ada satu ayat Qur'an ataupun suatu Hadist yang menunjukan keharusan mengucapkan “ Mohon Maaf Lahir dan Batin ” disaat2 Idhul Fitri.
Satu lagi, ucapan yang keliru saat Idhul Fithri, yakni ucapan :
"MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN".
Arti dari ucapan tersebut adalah :
“ Kita kembali dan meraih kemenangan ”
KITA MAU KEMBALI KEMANA ?Apa pada ketaatan atau kemaksiatan ?
Meraih kemenangan ?
Kemenangan apa ? Apakah kita menang melawan bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat keburukan ?
Satu hal lagi yang mesti dipahami, setiap kali ada yang ucapkan
“ Minal ‘Aidin wal Faizin ”
lantas diikuti dengan kalimat
“ Mohon Maaf Lahir dan Batin ”.
Karena mungkin kita mengira artinya adalah kalimat selanjutnya.
Ini sungguh KELIRU luar biasa.
Coba saja sampaikan kalimat itu pada saudara2 seiman kita di Pakistan, Turki, Saudi Arabia atau negara2 lain....PASTI PADA BENGONG BIN BINGUNG!.
Sebagaimana diterangkan di atas, dari sisi makna kalimat ini keliru sehingga sudah sepantasnya kita HINDARI.
Ucapan yang lebih baik dan dicontohkan langsung oleh para sahabat Rasulullah SAW, yaitu :
“Taqobbal Allahu minna wa minkum "
( Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian )
Jadi lebih baik, ucapan / SMS /BBM kita :
" Selamat Idhul Fitri. Taqobbal Allahu minna wa minkum "
( Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian )
Semoga risalah ini bermanfaat dan saling berbagi niat untuk meluruskan kekeliruan yang selama ini terjadi...Silahkan disebarkan.
Baraka Allah fiikum.
Asslm.wrwb.
...
Sejalan dengan akan datangnya Idhul Fitri, sering kita dengar tersebar ucapan:
“MOHON MAAF LAHIR & BATHIN ”.
Seolah2 saat Idhul Fithri hanya khusus dengan ucapan semacam itu.
Sungguh sebuah salah kaprah, karena Idhul Fithri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf memaafkan. Memaafkan bisa kapan saja tidak terpaku dihari Idhul Fitri. Demikian Rasul mengajarkan kita.
Tidak ada satu ayat Qur'an ataupun suatu Hadist yang menunjukan keharusan mengucapkan “ Mohon Maaf Lahir dan Batin ” disaat2 Idhul Fitri.
Satu lagi, ucapan yang keliru saat Idhul Fithri, yakni ucapan :
"MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN".
Arti dari ucapan tersebut adalah :
“ Kita kembali dan meraih kemenangan ”
KITA MAU KEMBALI KEMANA ?Apa pada ketaatan atau kemaksiatan ?
Meraih kemenangan ?
Kemenangan apa ? Apakah kita menang melawan bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat keburukan ?
Satu hal lagi yang mesti dipahami, setiap kali ada yang ucapkan
“ Minal ‘Aidin wal Faizin ”
lantas diikuti dengan kalimat
“ Mohon Maaf Lahir dan Batin ”.
Karena mungkin kita mengira artinya adalah kalimat selanjutnya.
Ini sungguh KELIRU luar biasa.
Coba saja sampaikan kalimat itu pada saudara2 seiman kita di Pakistan, Turki, Saudi Arabia atau negara2 lain....PASTI PADA BENGONG BIN BINGUNG!.
Sebagaimana diterangkan di atas, dari sisi makna kalimat ini keliru sehingga sudah sepantasnya kita HINDARI.
Ucapan yang lebih baik dan dicontohkan langsung oleh para sahabat Rasulullah SAW, yaitu :
“Taqobbal Allahu minna wa minkum "
( Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian )
Jadi lebih baik, ucapan / SMS /BBM kita :
" Selamat Idhul Fitri. Taqobbal Allahu minna wa minkum "
( Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian )
Semoga risalah ini bermanfaat dan saling berbagi niat untuk meluruskan kekeliruan yang selama ini terjadi...Silahkan disebarkan.
Baraka Allah fiikum.
Berhari Raya Sesuai Tuntunan Rasulullah
Penulis: Ummu ‘AthiyahTiap tanggal 1 Syawal kita berhari raya ‘Iedul Fitri. Wahai Saudariku, ketahuilah bahwa hari raya ini merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebut ‘Ied karena pada hari itu Allah memberikan berbagai macam kebaikan yang kepada kita sebagai hambaNya. Diantara kebaikan itu adalah berbuka setelah adanya larangan makan dan minum selama bulan suci Romadhan dan kebaikan berupa diperintahkannya mengeluarkan zakat fitrah.
Para ulama telah menjelaskan tentang sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan hari raya, diantaranya:
1. Mandi pada hari raya.
Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya ‘idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan mandi.”
2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri.
Disunahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak. Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju yang mewah dan menggunakan minyak wangi.
3. Makan sebelum sholat ‘Idul Fitri.
“Dari Anas RodhiyAllahu’anhu, ia berkata: Nabi sholAllahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar rumah pada hari raya ‘Iedul fitri hingga makan beberapa kurma.” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Muhallab berkata bahwa hikmah makan sebelum sholat adalah agar jangan ada yang mengira bahwa harus tetap puasa hingga sholat ‘Ied.
4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang dari sholat ‘Ied.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, beliau mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR. Bukhari), diantara hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam kepada orang-orang yang tinggal disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan memperlihatkan syi’ar islam.
5. Bertakbir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat menunaikan sholat pada hari raya ‘ied, lalu beliau bertakbir sampai tiba tempat pelaksanaan sholat, bahkan sampai sholat akan dilaksanakan. Dalam hadits ini terkandung dalil disyari’atkannya takbir dengan suara lantang selama perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan sholat. Tidak disyari’atkan takbir dengan suara keras yang dilakukan bersama-sama. Untuk waktu bertakbir saat Idul Fitri menurut pendapat yang paling kuat adalah setelah meninggalkan rumah pada pagi harinya.
6. Sholat ‘Ied.
Hukum sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain, bagi setiap orang, karena Rosulululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan sholat ‘Ied. Sholat ‘Ied menggugurkan sholat jum’at, jika ‘Ied jatuh pada hari jum’at. Sesuatu yang wajib hanya bisa digugurkan oleh kewajiban yang lain (At Ta’liqat Ar Radhiyah, syaikh Al Albani, 1/380). Nabi menyuruh manusia untuk menghadirinya hingga para wanita yang haidh pun disuruh untuk datang ke tempat sholat, tetapi disyaratkan tidak mendekati tempat sholat. Selain itu Nabi juga menyuruh wanita yang tidak punya jilbab untuk dipinjami jilbab sehingga dia bisa mendatangi tempat sholat tersebut, hal ini menunjukkan bahwa hukum sholat ‘Ied adalah fardhu ‘ain.
Waktu Sholat ‘Ied adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari (waktu Dhuha). Disunahkan untuk mengakhirkan sholat ‘Iedul Fitri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan untuk menunaikan zakat fitrah.
Disunahkan untuk mengerjakan di tanah lapang di luar pemukiman kaum muslimin, kecuali ada udzur (misalnya hujan, angin kencang) maka boleh dikerjakan di masjid.
Dari Jabir bin Samurah berkata: “Aku sering sholat dua hari raya bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa adzan dan iqamat.” (HR. Muslim) dan tidak disunahkan sholat sunah sebelum dan sesudah sholat ‘ied, hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat hari raya dua raka’at. Tidak ada sholat sebelumnya dan setelahnya (HR. Bukhari: 9890)
Untuk Khutbah sholat ‘ied, maka tidak wajib untuk mendengarkannya, dibolehkan untuk meningggalkan tanah lapang seusai sholat. Khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibuka dengan takbir, tapi dengan hamdalah, dan juga tanpa diselingi dengan takbir-takbir. Beliau berkutbah di tempat yang agak tinggi dan tidak menggunakan mimbar. Rasulullah berkutbah dua kali, satu untuk pria dan satu untuk wanita, ketika beliau mengira wanita tidak mendengar khutbahnya.
7. Ucapan selamat Hari Raya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang mengucapkan selamat pada hari raya dan beliau menjawab: “Adapun ucapan selamat pada hari raya ‘ied, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian lainnya jika bertemu setelah sholat ‘ied yaitu: Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian) atau ahaalAllahu ‘alaika (Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu) dan semisalnya.” Telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi bahwa mereka biasa melakukan hal tersebut. Imam Ahmad dan lainnya juga membolehkan hal ini. Imam Ahmad berkata, “Saya tidak akan memulai seseorang dengan ucapan selamat ‘ied, Namun jika seseorang itu memulai maka saya akan menjawabnya.” Yang demikian itu karena menjawab salam adalah sesuatu yang wajib dan memberikan ucapan bukan termasuk sunah yang diperintahkan dan juga tidak ada larangannya. Barangsiapa yang melakukannya maka ada contohnya dan bagi yang tidak mengerjakannya juga ada contohnya (Majmu’ al-Fatawaa, 24/253). Ucapan hari raya ini diucapkan hanya pada tanggal 1 Syawal.
8. Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada hari raya.
Saat hari raya, kadang kita terlena dan tanpa kita sadari kita telah melakukan kemungkaran-kemungkaran diantaranya:
- Berhias dengan mencukur jenggot (untuk laki-laki).
- Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
- Menyerupai atau tasyabuh terhadap orang-orang kafir dalam hal pakaian dan mendengarkan musik serta berbagai kemungkaran lainnya.
- Masuk rumah menemui wanita yang bukan mahrom.
- Wanita bertabarruj atau memamerkan kecantikannya kepada orang lain dan wanita keluar ke pasar dan tempat-tempat lain.
- Mengkhususkan ziarah kubur hanya pada hari raya ‘ied saja, serta membagi-bagikan permen, dan makanan-makanan lainnya, duduk di kuburan, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, melakukan sufur (wanitanya tidak berhijab), serta meratapi orang-orang yang sudah meninggal dunia.
- Berlebih-lebihan dan berfoya-foya dalam hal yang tidak bermanfaat dan tidak mengandung mashlahat dan faedah.
- Banyak orang yang meninggalkan sholat di masjid tanpa adanya alasan yang dibenarkan syari’at agama, dan sebagian orang hanya mencukupkan sholat ‘ied saja dan tidak pada sholat lainnya. Demi Allah ini adalah bencana yang besar.
- Menghidupkan malam hari raya ‘ied, mereka beralasan dengan hadits dari Rasulullah: “Barangsiapa menghidupkan malam hari raya ‘iedul fitri dan ‘iedul adha, maka hatinya tidak akan mati di hari banyak hati yang mati.” (Hadits ini maudhu’/palsu sehingga tidak dapat dijadikan dalil).
- Ahkamul ‘Aidain oleh Syaikh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari.
- Meneladani Rasulullah dalam Berhari Raya.
Langganan:
Postingan (Atom)